Our Event

Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy Free Web Proxy />
Posted by : Unknown Kamis, 19 Desember 2013

                    Menyandang status mahasiswa agaknya menjadi suatu gengsi tersendiri bagi kebanyakan siswa saat ini. Adanya mindset bahwa kuliah bisa meningkatkan kualitas diri (asal dilakukan dengan benar), membuat banyak siswa berlomba – lomba untuk merebut kursi perguruan tinggi dan menyandang mahasiswa. Selain mindset di atas, tentu saja sedari dulu, bisa menggunakan almamater universitas adalah sebuah kebanggaan, apalagi almamater yang dikenakan adalah almamater universitas – universitas terbaik di negeri ini. Bagaimana tidak bangga, menjadi mahasiswa berarti menyandang status the agent of change, atau agen perubahan. Simplenya mahasiswa adalah pilar – pilar negara, kenapa demikian? Karena mahasiswa yang sebenarnya adalah kaum intelek, kaum pemikir, kaum yang cerdas dan tentu saja suatu negara membutuhkan pemuda – pemuda yang seperti itu.
                Untuk semua alasan di ataslah, ratusan ribu siswa lulusan SMA/Se-derajat berlomba – lomba mengikuti seleksi masuk di universitas – universitas pilihan mereka. Diantara mereka ada yang mengikuti bimbingan belajar yang biayanya jutaan rupiah, hanya agar bisa menggapai satu kursi di kampus terbaik.
                Setelah segala upaya yang mereka lakukan, dan pada akhirnya mereka berhasil merebut satu kursi kampus, mahasiswa – mahasiswa baru ini akan bertepuk dada dengan bangga. Namun, apakah sebenarnya yang dicari para mahasiswa di kampus mereka. Ketika seorang mahasiswa baru akan memasuki lingkungan kampus mereka untuk pertama kali, mereka benar – benar putih polos. Mereka mendapat banyak ajaran dan pemikiran yang berseliweran di lingkungan baru itu. Senior – senior yang beragam pemikirannya, akan sangat mempengaruhi sepak terjang mereka selama kuliah nantinya. Bagaimana tidak, ketika baru pertama kali masuk, senior – senior akan sering meneriakkan doktrin – doktrin ala mahasiswa aktivis, teriakkan “hidup mahasiswa” dan sebagainya tak akan asing di dengar mahasiswa baru. Teriakan untuk menjadi mahasiswa yang selalu kritis, peduli dan tidak apatis. Hal ini baik, karena memang begitulah seharusnya menjadi mahasiswa. Harus siap mengabdi untuk masyarakat, dengan pengetahuan dan kecerdasan mampu mengkritik langkah yang mereka anggap salah dari jajaran pemerintah, mengorbankan waktunya untuk kegiatan sosial. Tapi terkadang mereka kelewatan sosial. Mereka menghabiskan waktu untuk rapat sana – sini dan meninggalkan kuliah, ikut unjuk rasa dan meninggalkan kuliah. Sehingga harus kehilangan kesempatan untuk mendapatkan IPK yang tinggi. Ini adalah pilihan, menjadi mahasiswa baru tentu akan terjebak  dalam pilihan ini. Walaupun tentu saja passion  dari dalam diri mahasiswa baru itu yang nantinya akan menjadi filternya. Maksudnya, passion seorang mahasiswa atau bisa kita sebut gairah mereka, jiwa mereka lebih memilih jalan yang mana.
                Mahasiswa yang memilih mengejar IPK ketimbang menjadi mahasiswa aktivis cenderung pendiam, dan tidak banyak bicara. Mereka adalah pemikir sejati, menyelesaikan masalah dengan bidang ilmu yang mereka geluti. Mereka adalah engine untuk pergerakan suatu bangsa. Sementara mahasiswa aktivis adalah mahasiswa yang cenderung sangat aktif, banyak bicara, senang memimpin dan menggerakkan rekan – rekannya. Mereka adalah pemimpin, penggerak engine yang saya maksud diatas. Jadi kedua tipe mahasiswa ini akan sangat saling membutuhkan. Dan tentu saja, negara ini membutuhkan kedua tipe mahasiswa ini. Tapi harus saya tekankan, bahwwa negara ini hanya membutuhkan mahasiswa sejati, mahasiswa yang sebenarnya. Maksud saya, mahasiswa yang benar – benar mau berfikir, mau ber korban, mau aktif untuk dirinya dan bangsanya. Bukan mahasiswa sok pintar, dan bukan mahasiswa sok aktivis yang suka teriak – teriak nggak jelas. Demo sana – sini dengan kerusuhan dan bikin onar. Itu bukan mahasiswa, mahasiswa adalah kaum intelek, dan akan menyelesaikan setiap masalah dengan cara intelek. So, mana yang kamu pilih, kejar IPK? Atau jadi aktivis dan sosialita? Better if you can be them both.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © IKA SMARANSA -IkaSmaransa- Powered by Blogger - Designed by ArisRyan -